Toleransi dan Belas Kasihan

Toleransi dan belas kasihan, atau dalam bentuk ekstrimnya yang lebih sering terjadi adalah keadilan versus hubungan pribadi, adalah hal dilematis yang sering dihadapi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, orang sering dihadapkan kepada kerancuan dari kehidupan pribadi dengan kehidupan bernegara. Menarik batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan kehidupan bernegara adalah hal wajib dilakukan, terutama oleh orang-orang para pengelola negara. Bahwa fasilitas negara tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, apapun alasannya, ini adalah hal yang sangat jelas dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khatab r.a. Fasilitas negara yang dimaksud adalah dalam bentuk apapun, baik fisikal (asset negara, dst), maupun non fisikal (pengaruh, akses, informasi, dst).

Dalam pelaksanaannya toleransi tidaklah boleh mengorbankan keadilan, karena keadilan adalah tujuan akhir atau tujuan utama dari sistem Pancasila. Tanpa batas dan ukuran yang jelas, toleransi akan melukai rasa keadilan, dan berpotensi merusak sistem yang ada. Pelonggaran toleransi untuk hal-hal yang tidak perlu, bahkan tidak prinsipil, akan menjadi preseden buruk yang bisa mengarah ke pembelokan dan pelanggaran hukum.

Dalam kehidupan pribadi, norma-norma yang berlaku (agama, adat, dst) mengajarkan untuk mendahulukan orang-orang terdekat dalam melakukan suatu perbuatan baik. Tetapi dalam kehidupan bernegara, mendahulukan orang-orang terdekat adalah sangat dilarang, karena ini adalah tindakan diskriminatif yang bisa merusak sistem kenegaraan, yang merupakan satu kesatuan utuh.





.......

Tabrak Lari

Tabrak lari adalah salah satu perbuatan yang amat sangat tidak bertanggung jawab. Banyak alasan untuk pembenaran sikap ini. Takut dihakimi masyarakat, atau dipersulit aparat. Memang terkadang hal tersebut terjadi. Dan ini juga salah satu bentuk sikap tidak bertanggung jawab yang lain. Masyarakat yang kurang bertanggung jawab terhadap perbuatannya, atau aparat yang kurang bertanggung jawab terhadap tugasnya. Apapun alasannya tabrak lari tetaplah sikap yang sangat tidak bertanggung jawab.  Tidak sedikit korban yang seharusnya masih tertolong menjadi tidak terselamatkan lagi. Hanya karena tidak mau repot, orang lain menjadi korbannya. Tidak takut dengan balasan berlipat yang kelak akan diterima.

Biasanya sikap tidak bertanggung jawab ini sudah ada benih-benih sebelumnya, atau bahkan sudah sering dilakukan sebelumnya. Contohnya: Mengantuk tetapi masih memaksakan mengendarai, atau ugal-ugalan tidak menghargai hak orang lain di jalan, ngebut, dan seterusnya. Oleh karena itu pelaku tabrak lari harus dihukum berat, agar tidak menjadi kebiasaan dan menjadi pelajaran bagi yang lain.

Hal lain yang harus diantisipasi adalah timbulnya anggapan yang salah, bahwa orang bisa melarikan diri dari kesalahan yang telah diperbuatnya. Jika hal ini dibiarkan, maka bisa memberikan justifikasi pergeseran moral pada orang-orang yang mempunyai kecenderungan ke arah negatif. Orang-orang yang bangga karena bisa melanggar hukum dan peraturan. Orang-orang yang bangga dengan kekerasan, kekasaran, bahkan kejahatan. Atau bahkan orang-orang yang senang mengatakan: "jangankan cari yang halal, yang haram saja susah". Sesuatu yang awalnya dianggap bergurau, tetapi bisa benar-benar menjadi kenyataan.





.......

Benang Merah Pancasila

Di era informatika yang luar biasa hiruk pikuk ini, tak dapat dipungkiri bahwa gaung dari Pancasila terasa semakin melemah. Arus informasi yang sangat masif, beragam, dan intens, menyebabkan masyarakat merasakan suatu krisis identitas. Pancasila adalah identitas dari bangsa ini, tetapi dalam kenyataannya justru sebaliknya, semakin sulit bagi manusia Indonesia untuk mengasosiasikan Pancasila sebagai identitas bangsa, apalagi menjadikannya sebagai pedoman kehidupan sehari-hari.

Banyak kemungkinan penyebab dari hal tersebut di atas. Dan salah satu kemungkinan yang dikemukakan di sini adalah karena Pancasila kurang bersifat applicable. Sebaik apapun suatu alat, kalau sulit digunakan, maka alat tersebut pasti akan disisihkan, dan akhirnya terlupakan. Masyarakat mungkin merasa kesulitan mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terlebih karena tidak adanya contoh yang riil dari para petinggi negara.

Agar Pancasila lebih applicable, maka perlu ditarik benang merah yang jelas, baik antar sila-silanya sendiri, antara Pancasila dengan dunia nyata, dan tentu saja antara Pancasila dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat, dalam hal ini yang paling sering dibicarakan adalah benang merah antara Pancasila dan agama. Tanpa ditariknya benang merah yang jelas, maka masyarakat akan selalu terombang-ambing dalam keraguan pemilihan identitas diri dan pedoman hidup.

Salah satu faktor lain kemungkinan tidak applicable-nya Pancasila adalah kurang kredibel, dalam arti kata bahwa tidak adanya definisi dan standarisasi yang jelas dan terukur. Ketidakjelasan ini mengakibatkan kerancuan di masyarakat, sehingga masyarakat cenderung mencari pedoman hidup yang lebih memiliki kepastian. Akibatnya Pancasila menjadi hanya sekedar jargon-jargon belaka yang tidak ada korelasinya dengan dunia nyata.

Solusi yang dapat dipertimbangkan adalah dengan memandang Pancasila sebagai sebuah sistem lengkap dengan input, proses, dan outputnya. Keuntungan cara pandang ini adalah dapat mengadopsi prinsip ISO, yaitu bahwa suatu sistem harus mempunyai standart yang jelas dan terukur, dan juga harus memiliki mekanisme Continuous Improvement. Dengan cara pandang ini maka dapat ditarik dengan jelas benang merah antar sila-sila Pancasila, sekaligus antara Pancasila dengan dunia nyata. Dengan standart yang jelas dan terukur maka Pancasila akan menjadi kredibel dan applicable dalam kehidupan sehari-hari.


Sedangkan benang merah antara Pancasila dengan agama digambarkan sebagai berikut:


Adapun uraian lebih lanjut dapat dilihat di blog: Pancasila Sebagai Sistem Negara
di  http://cintanegeri-indonesiajaya.blogspot.com/


Proses pemahaman Pancasila bukanlah proses yang statis, melainkan ini adalah proses yang dinamis sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin matang seseorang, maka seharusnya semakin berkembang dan semakin dalam penjabarannya terhadap Pancasila. Untuk itu maka proses pengajaran Pancasila hendaknya dimulai sejak dini, agar menghasilkan generasi muda penerus bangsa yang benar-benar memahami, menghayati, dan mengamalkan Pancasila.

Secara praktikal maka pengajaran Pancasila harus mengikuti tahapan psikologis dari tiap-tiap golongan usia. Sebagai contoh, untuk anak SD mungkin ada baiknya dibuatkan semacam game online yang berkaitan dengan Pancasila, yang tentu saja akan lebih efektif jika dirangkai dengan kegiatan lomba-lomba dengan hadiah yang menarik. Hal yang sama bisa dieksplorasi untuk tahapan-tahapan usia lainnya.

Era informatika penuh dengan ancaman-ancaman (threats) yang berpotensi melemahkan Pancasila. Tetapi di sisi lain, era informatika juga menyediakan kesempatan (opportunities) untuk perkembangan Pancasila jika bisa dimanfaatkan dengan baik. Era informatika adalah era yang menuntut kreativitas. Dan kreativitas adalah dunia dan ciri khas generasi muda. Melibatkan generasi muda dalam mengembangkan budaya Pancasila adalah wajib, agar dapat mengeksplorasi secara maksimal opportunities yang ada di dunia informatika. Sekaligus sebagai sarana pembudayaan Pancasila pada generasi muda di era informatika ini.









Sumber Referensi: Internet



.......

Memotivasi Diri vs Menipu Diri Sendiri

Merah adalah merah, siang tetaplah siang, malam tetaplah malam. Merah tak akan berubah warna dan siang tak akan jadi malam biarpun orang mengatakannya seperti itu. Yang haq adalah haq, yang batil adalah batil, yang baik adalah baik, dan yang buruk adalah buruk. Hakekat baik dan hakekat buruk tidak akan berubah biarpun orang mengatakan yang sebaliknya.

Memotivasi diri adalah upaya diri untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Upaya ini bisa dilakukan dari luar ke dalam, yaitu memperbaiki lahiriah, yang berimbas ke cara pikir, dan akhirnya ke batin. Atau dari dalam ke luar, yaitu memperbaiki batin, baru ke cara pikir, dan ke lahiriah. Atau metode-metode lain, tetapi yang pasti, memotivasi diri adalah kegiatan yang bersifat positif dan membawa kebaikan.

Sebaliknya, memperbaiki penampilan lahiriah tanpa diniatkan untuk memperbaiki cara pikir dan batinnya adalah tindakan yang sia-sia. Apalagi jika itu dilakukan untuk menutupi keburukan di dalam, jelas ini bukan tindakan yang terpuji. Mustahil manusia bisa menipu Tuhannya, bahkan lama kelamaan keburukannya pasti akan terbongkar dan diketahui orang banyak. Tindakan ini pada dasarnya adalah menipu diri sendiri, dan ini adalah suatu kebodohan.

Fenomena baru dari menipu diri sendiri adalah melakukan kebaikan menggunakan hasil dari keburukan. Contoh umumnya adalah beramal atau beribadah dengan uang haram. Orang-orang ini menipu dirinya sendiri dengan berharap bahwa timbangan amal baiknya lebih besar dari dosanya. Ini adalah kebodohan yang luar biasa. Ini adalah dosa yang bertumpuk-tumpuk, pertama karena uang didapat dengan cara haram, kemudian karena riya' dalam beramal atau beribadah, karena menipu orang banyak, lalu menipu diri sendiri, dan terakhir karena mencoba menipu Tuhan.

Ilustrasi berikut mungkin lebih mudah dipahami:
Seseorang yang mengalami luka borok di tangan kirinya, mencoba mengatasi masalahnya dengan merawat, melatih, dan memaksimalkan penggunaan dari tangan kanannya. Sepintas ini seperti cara yang pintar, tetapi tentu saja ini tak akan menyelesaikan masalah di tangan kirinya yang justru semakin parah.

Seni mengintrospeksi diri sendiri haruslah di kembangkan di masyarakat negeri ini, agar masyarakat terbiasa dengan memotivasi diri, dan bukannya malah terjebak dengan menipu diri sendiri. Dan hasil yang diharapkan adalah masyarakat yang peka, penuh kesadaran, dan bertanggung jawab.



.......

Ritual Seremonial

Jaman yang semakin materialistis, praktis, dan serba instant ini menstimulasi manusia menjadi cenderung lebih menyenangi hal-hal yang bersifat praktis, cepat, kelihatan nyata, mudah, tidak suka yang ribet-ribet, dan selalu berorientasi kepada keuntungan. Efek buruk yang terjadi adalah pola pikir yang pendek, yaitu manusia menjadi semakin sulit dan semakin malas untuk berfikir lebih panjang, lebih dalam, lebih teliti, dan tidak mau susah-susah memikirkan akibat dari perbuatannya yang mungkin kurang baik. Contoh: politik praktis, atau bahkan mie instant.

Budaya praktis ini menjadi kurang menguntungkan ketika bersinggungan dengan ritual-ritual dalam kehidupan, baik itu ritual negara (upacara bendera, dst), ritual agama (khotbah, dst), ataupun ritual lainnya. Timbul perasaan bahwa ritual-ritual tersebut hanya menghabiskan waktu, energi, dan materi saja. Ini menyebabkan pergeseran niat dari menghadiri untuk memahami, menjadi menghadiri hanya untuk sekedar absensi. Dan lama kelamaan ritual-ritual tersebut hanya menjadi sekedar seremonial belaka.

Seperti halnya buah yang tinggal kulitnya dan tidak ada isinya, buah ini pasti akan dibuang. Demikian juga dengan ritual-ritual yang bersifat seremonial belaka, lama kelamaan ritual-ritual tersebut akan ditinggalkan. Dan ini adalah kerugian besar bagi bangsa ini, karena ritual-ritual ini adalah salah satu alat untuk menjaga dan memelihara moral dan sistem yang berjalan di masyarakat dan di negara ini. Dibutuhkan suatu kesadaran untuk tetap melestarikan ritual-ritual yang bermanfaat dengan cara yang bijaksana dan tidak berlebih-lebihan, sehingga menimbulkan perasaan senang dan tidak malah membuat bosan, apalagi muak.



Intermezzo: Kulit dan Isi














.......

Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah salah satu ajaran pokok dari agama. Bahwa Tuhan Maha Adil, maka setiap orang pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya, sekecil apapun itu, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal. Balasan bisa di terima kelak di akhirat, atau sekarang di dunia, atau bahkan dua-duanya, dibalas di dunia dan diakhirat.
Bagi orang yang kurang takut terhadap Tuhan, atau mungkin bahkan tidak peduli, masih ada konsep mengenai hukum karma. Bahwa alam semesta akan berfungsi sedemikian rupa sehingga setiap kejahatan akan kembali kepada si pembuatnya dengan berbagai cara. Demikian pula halnya dengan kebaikan.
Dan bagi orang-orang yang tidak peduli dengan ajaran agama, masih ada keyakinan tentang hati nurani. Bahwa tubuh memiliki jiwa, dan jiwa menyimpan hati nurani, tempat dari segala kebaikan dan kebenaran. Barang siapa berbuat salah dan tidak mau mempertanggung jawabkannya, maka dia akan melawan hati nuraninya sendiri. Dan ini berarti terombang-ambing dalam ketidaktenangan, dan akan mengalami siksaan batin seumur hidupnya.
Yang manapun itu, bertanggung jawab adalah nilai moral yang mulia. Yang membuat manusia berhati-hati untuk tidak merugikan orang lain, bahkan berusaha semampunya untuk selalu berbuat kebaikan bagi orang lain. Orang-orang yang bertanggung jawab adalah orang yang bermanfaat bagi sistem masyarakat, atau sistem Pancasila, atau sistem apapun juga. Sebaliknya orang-orang yang tidak bertanggung jawab cenderung merusak sistem di manapun dia berada. Masalahnya orang-orang seperti ini cenderung tidak menyadari kesalahannya >


Contoh kasus: Tabrak lari




.......

Sinergi

"Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh"
Peribahasa ini menggambarkan kekuatan dari persatuan. Bahwa satu lidi mudah dipatahkan, tetapi seikat lidi jauh lebih sulit untuk dipatahkan. Ada satu kata yang mungkin bisa meringkas peribahasa tersebut: sinergi.

 
Adalah hal yang lumrah apabila manusia selalu memandang segala sesuatu berdasarkan untung ruginya. Dan untung rugi persatuan kurang lebih adalah sebagai berikut:

  • Bahwa sesuatu yang sudah dipersatukan seharusnya tidak dipecah belah kembali. Perpecahan akan menimbulkan efek kemudharatan yang jauh lebih besar dari manfaatnya, itupun apabila manfaat itu ada. Sebaliknya, agar mendapat manfaat yang maksimal, maka persatuan yang ada harus semakin diperkuat dari waktu ke waktu.

  • Secara ringkas matematis, sinergi adalah 1 + 1 = 3 atau lebih. Persatuan yang semakin kuat, akan memberikan efek sinergi yang semakin besar. Dengan efek sinergi yang besar, maka sebesar apapun permasalahan atau pekerjaan, akan menjadi jauh lebih mudah untuk diselesaikan. Sinergi adalah salah satu tujuan dan manfaat utama dari persatuan.

Hal di atas sangat disadari oleh bangsa ini sejak dahulu kala, dan diwujudkan dalam bentuk gotong royong. Dengan kata lain, gotong royong adalah bentuk dari kesadaran bersinergi bangsa ini. Budaya luhur sinergi gotong royong ini haruslah terus dijaga dan dipelihara dengan cara-cara yang kreatif, agar tidak menjadi kegiatan yang membosankan dan bersifat seremonial belaka.



.......

Para Pemuka Agama

Adalah hal yang umum di jaman dahulu, masyarakat dibagi menjadi kasta-kasta. Dan para pemuka agama ditempatkan di kasta tertinggi. Di dalam sistem ini para pemuka agama dijamin kehidupannya oleh negara atau kerajaan pada saat itu. Keterikatan antara para pemuka agama dan penguasa negara adalah sangat tinggi.

Selanjutnya ada jaman dimana beberapa pemuka agama melepaskan diri dari segala keterikatan. Mereka menyibukkan diri dengan kegiatan agama, dan hanya menerima persembahan makanan sekali saja sehari, dari umatnya atau orang yang memohon didoakan. Beberapa dari mereka juga bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Akhirnya datanglah jaman dimana para pemuka agamanya, Rasulullah beserta para sahabatnya, justru mengorbankan semua harta benda, bahkan jiwa raganya untuk syiar agama. Kebiasaan ini dilanjutkan oleh para penerus mereka, para tabi'in, tabi'ut tabi'in, waliullah, dan para ulama di masa lalu. Mereka bekerja di siang hari, beribadah di malam hari, dan melakukan syiar agama tanpa henti. Mereka tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga menyumbangkan harta, tenaga, dan fikiran untuk masyarakat dimanapun mereka melakukan syiar.

Di jaman sekarang, dengan kondisi yang sangat heterogen dan kompleks ini, perilaku dari para pemuka agama sangatlah beragam. Beberapa dari mereka ada yang masih memegang teguh kebiasaan para ulama di masa lalu. Mengikuti perkembangan jaman, tak jarang pula terdengar beberapa ahli agama menerapkan profesionalisme dalam syiar agamanya, tentu saja dengan seribu satu alasannya. Bahkan selentingan kabar menyebutkan angka yang fantastis bagi ahli agama yang berlevel selebritis. Wallahualam.

Pada akhirnya, semua dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Niat baik atau buruk hanya Tuhan dan pribadi masing-masing yang tahu, dan semua akan mendapatkan ganjaran yang setimpal. Sebagai mana yang tersirat di asbabun nuzul, syiar kepada satu orang yang membutuhkan, sehina apapun orang itu, adalah jauh lebih baik daripada syiar kepada banyak orang yang kurang membutuhkan, semulia apapun orang-orang itu.
Dan hidayah dari Tuhan adalah tak ternilai harganya dibandingkan dengan segala harta dunia.



Intermezzo: Kosong Terisi













.......

Kemandirian batin

Kemandirian batin, seperti juga kemandirian lahir dan fikir, bertujuan untuk mencari kebebasan. Bebas dari ketergantungan terhadap orang lain atau benda tertentu. Khusus untuk kemandirian batin, pembebasan dari ketergantungan terhadap orang lain atau benda tertentu, dilakukan dengan mengalihkan ketergantungan tersebut ke ketergantungan kepada Sang Pencipta. Apabila hal ini bisa dilaksanakan, maka anugerah yang besar pasti akan dilimpahkan olehNya.

Keikhlasan adalah salah satu jalan untuk mencapai kemandirian batin. Tekad yang kuat diperlukan agar selalu bisa mengintrospeksi diri terhadap setiap pergeseran ketergantungan batin. Kesabaran adalah syarat mutlak untuk bisa sedikit demi sedikit menggali kedalaman hati. Selalu memperbaiki niat dan menanggalkan lapisan-lapisan kesombongan. Karena kesombongan adalah salah satu bentuk dari kebanggaan yang meminta pengakuan atau penghormatan. Dan ini adalah wujud dari ketidakmandirian batin. Contoh kemandirian batin:

  • Orang kaya tidak menggunakan kekayaannya untuk memuaskan batinnya melalui orang lain atau benda-benda yang bisa dibelinya. Melainkan dia menggunakan kekayaannya untuk mencari ridhoNya.
  • Demikian juga dengan orang yang memliki kekuasaan, kekuatan, ilmu kepandaian, keindahan fisik, dan seterusnya.
  • Yang paling berat adalah para pemuka agama, ulama, ustadz, dan orang-orang yang belajar agama yang bertujuan untuk disyiarkan ke orang lain. Hal ini karena kebanggaan dan kesombongan yang terjadi sangatlah halus tidak terasa, terutama karena mereka merasa sudah ahli di bidang ini. Tanpa pertolonganNya sulit bagi orang-orang di golongan ini untuk bisa melepaskan diri dari kesombongan tingkat tinggi ini.          Menjadi pemuka agama, ulama, atau ustadz bukanlah perkara mudah >

Akan tetapi, sesulit apapun juga, tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan sudah menghendaki, maka selalu berdoa meminta pertolonganNya adalah kunci untuk mendapatkan kemandirian batin. Kemandirian batin adalah hal penting yang harus dicari manusia, karena menggantungkan batin kepada makhluk yang tidak kekal adalah suatu kesia-siaan.



Intermezzo: Yang Penting















.......

Manfaat Ikhlas

Lillahi ta'ala
Inilah dasar dari ajaran agama tentang keikhlasan, yang artinya kurang lebih adalah "hanya karena Allah semata". Cukuplah Tuhan yang akan memberi balasan, dan tidak mengharapkan balasan dari manusia. Pada beberapa orang, balasan dari manusia adalah benar-benar dihindari, karena keyakinan bahwa itu akan mengurangi balasan dari Tuhan, sedangkan balasan dari Tuhan tak ternilai besarnya.

Dan jika Tuhan meridhoi maka balasan tersebut tidaklah menunggu lama sampai di akhirat kelak, tapi juga akan diberikan langsung secara instant pada saat perbuatan baik dilakukan. Yaitu dengan dianugerahkannya perasaan senang dan kepuasan batin dalam berbuat kebaikan. Dan juga dengan diberinya kesadaran bahwa kekurang ikhlasan atau adanya pamrih akan menghilangkan kenikmatan tersebut, atau bahkan mendatangkan adzabNya.

Selain manfaat di atas atau manfaat lain dari ikhlas, ada satu manfaat penting lain dari ikhlas, yaitu kemandirian. Mandiri adalah suatu nilai yang sangat dihargai di masyarakat. Akan tetapi kemandirian yang umum adalah kemandirian lahiriah dan fikir. Artinya bahwa seseorang tidak terlalu tergantung lagi kepada orang lain dalam hal lahiriah maupun fikir.

Ikhlas akan membawa seseorang jauh melewati kemandirian secara lahiriah maupun fikir. Ikhlas akan membawa seseorang menuju ke kemandirian batin. Yaitu bahwa seseorang tidaklah batinnya tergantung kepada orang lain, ataupun barang tertentu. Tidak membutuhkan pujian orang lain untuk menyenangkan hatinya. Bahwa semua kelebihan yang diberikan Tuhan adalah untuk disyukuri dan digunakan sebanyak-banyaknya untuk mencari ridhoNya. Bukan untuk dibanggakan atau bahkan disombongkan agar mendapat pujian, atau pengakuan, atau penghormatan, atau apapun reaksi yang diharapkan dari orang lain untuk memuaskan hatinya.

Bagi orang yang ikhlas, maka kebahagiaan batin datangnya hanyalah dari Tuhan semata, dan kemandirian batin terhadap hal lain adalah mutlak adanya. Bahkan segala macam caci maki fitnah hinaan tidaklah membekas sama sekali bagi orang-orang yang sudah dianugerahi kemandirian batin. Orang-orang ini akan selalu diberkahi perasaan berlimpah dan kedamaian batin olehNya.
Kemandirian batin adalah hal penting yang harus dicari >>



Intermezzo: Eksistensi Kebahagiaan















.......

Keikhlasan

Salah satu keutamaan ajaran agama dalam hal hidup bermasyarakat adalah keikhlasan. Nilai dari suatu perbuatan sangat tergantung dari kadar keikhlasannya, yang diwujudkan dalam bentuk niat. Niat yang tidak tulus atau kurang ikhlas pasti akan mengurangi bobot dari suatu perbuatan. Dan ketidak ikhlasan ini cepat atau lambat pasti akan muncul ke permukaan.
Ikhlas adalah unsur yang penting dalam membentuk suatu sistem. Hal ini dapat dilihat dalam simulasi pengkondisian take and give dibawah ini:
Seandainya semua orang hanya mau memberi bila dia menerima terlebih dahulu, maka lama kelamaan mereka akan saling menunggu, dan akhirnya tidak ada lagi orang yang mau memberi, sehingga tidak ada lagi orang yang menerima. Akibatnya sistem yang berjalan di masyarakat akan berhenti, dan akhirnya lumpuh.
sebaliknya,
Jika semua orang ikhlas memberi tanpa pamrih untuk menerima kembali, maka pada akhirnya semua orang pasti akan menerima, biarpun mungkin mereka menerima bukan langsung dari orang yang telah mereka beri. Dengan demikian maka sistem yang berjalan di masyarakat akan hidup dan bekerja dengan baik, sehingga semua orang akan terakomodasi dengan baik.
Tentu saja ilustrasi di atas adalah kondisi yang ekstrem, dan mungkin tidak akan pernah terjadi di kehidupan nyata. Akan tetapi ilustrasi di atas adalah cukup untuk menggambarkan pentingnya keikhlasan dalam berbuat sesuatu.
Dalam kehidupan yang nyata diperlukan suatu kesadaran tentang keseimbangan antara keikhlasan dengan pamrih. Dalam beberapa hal, keikhlasan sangat diutamakan, tetapi dalam beberapa hal yang lain pamrih memang dibutuhkan. Sebagai contoh adalah dalam hal pekerjaan, pamrih, atau dalam hal ini uang, memang dibutuhkan sebagai suatu aturan main. Karena memang dalam kenyataannya, uang membuat dunia berputar. Akan tetapi bagaimanapun juga, dalam banyak hal ikhlas jauh lebih bermanfaat, baik untuk dunia maupun akhirat.
Manfaat dari ikhlas sangatlah banyak >>



















.......

Toleransi

Toleransi adalah salah satu output utama dari Sila 2. Toleransi bukan hanya merupakan suatu output, tetapi juga sebuah proses atau sub-proses dari proses Sila 2. Proses toleransi ini harus dilakukan terus menerus agar selalu bergerak ke arah yang benar, seperti gambar berikut:


Toleransi harus bergerak ke arah positif, yaitu ke arah kebaikan, sesuai dengan norma-norma agama dan norma kebaikan lainnya.
Toleransi harus dijaga agar tidak bergerak ke arah permisif, yaitu serba boleh, karena ini akan merusak tatanan masyarakat dan sistem yang berlaku, juga cenderung bertentangan dengan norma agama maupun norma lainnya.
Kondisi zero tolerance juga harus dihindari karena bisa memicu fanatisme atau malah ke arah ignorance, ketidak pedulian. Ketidak pedulian adalah penyakit dari masyarakat metropolitan yang sarat egosentris. Ketiadaan panduan tentang toleransi yang baku di masyarakat, menyebabkan mereka terombang-ambing diantara ke empat kutub di atas. Yang pasti budaya permisif semakin lama semakin berkembang di masyarakat metropolitan.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi proses toleransi ini, sehingga proses ini tidaklah boleh bersifat pasif. Sebagai salah satu contoh adalah faktor teknologi dan modernisasi. Dalam hal ritual agama, sekarang banyak pemuda yang asyik mengutak-utik HP-nya di saat sedang ada khutbah. Hal ini harus diantisipasi agar tidak menjadi preseden buruk. Karena kalau dibiarkan, banyak ritual penting yang akan menjadi seremonial belaka >>
Toleransi adalah hal yang sangat krusial di negara ini, mengingat keaneka-ragaman yang sangat luar biasa mulai dari suku, bahasa, budaya, agama dan kepercayaan, adat istiadat, dan seterusnya. Masih seringnya terjadi perselisihan antar agama, suku, atau bahkan antar kampung, menunjukkan bahwa proses toleransi tidak ditangani dengan baik di negeri ini.


Contoh kasus: Toleransi dan Belas Kasihan



Intermezzo: Cuek















.......

Penerapan Sistem Pancasila

Penerapan sistem ini disesuaikan dengan level kelembagaan negara. Semakin tinggi level sebuah lembaga maka semakin tinggi pula standarisasinya. Level kelembagaan kurang lebih seperti berikut:

   A1 : MPR, DPR, Presiden, Para pucuk pimpinan lembaga tinggi negara, dst.
   A2 : DPRD, Gubernur, Menteri, dst.
   A3 : dst., sampai ke level terendah dalam pengelolaan negara.
   
   B1 : Para tokoh masyarakat.
   B2 : Para pengusaha.
   B3 : dst., sampai ke level keluarga dan pribadi per pribadi.
Penyebutan level B sampai ke level keluarga dan pribadi dimaksudkan agar sistem Pancasila diterapkan sampai ke level paling bawah, dan menjadi landasan hidup sehari-hari dari bangsa ini. Karena bangsa ini benar-benar membutuhkan suatu ideologi yang benar-benar dihayati, yang dapat menjadi pemersatu masyarakat, dan dapat mengarahkan bangsa ini ke arah yang lebih baik.


Contoh penerapan
Contoh penerapan sistem Pancasila yang paling tepat adalah terhadap para wakil rakyat di MPR/DPR. Jika para wakil rakyat tersebut dimasukkan ke sistem di atas maka:

Mereka haruslah orang-orang yang benar-benar menjalankan syariah agamanya masing-masing dengan baik (Sila 1). Harus berperi kemanusiaan dan tidak pernah terlibat kejahatan (Sila 2). Harus rela berkorban demi negaranya (Sila 3). Harus bermoral mulia, berilmu pengetahuan tinggi di bidangnya dan di bidang demokrasi kerakyatan, dan tidak menjadikan rakyat sebagai alat memperkaya diri (Sila 4). Mereka tidak boleh melihat MPR/DPR sebagai lapangan kerja, melainkan sebagai tempat untuk menyalurkan idealisme, sehingga mereka rela untuk menjadi lebih miskin karena menjadi wakil rakyat, bukannya malah kekayaannya bertambah berlipat-lipat seperti yang banyak terjadi sekarang ini (Sila 5). Mungkinkah...?

Contoh persyaratan di atas hanya sekedar contoh belaka, bahwa level A1 dari MPR menuntut orang-orang yang benar-benar kompeten untuk mengisinya. Bahwa setiap anggota MPR harus memenuhi setiap persyaratan dari Sila 1 sampai Sila 5, dengan penekanan di Sila 4 karena fungsi kelembagaannya. Untuk detail "spesikasi teknis" yang harus dipersyaratkan kepada anggota MPR harus dibahas lebih lanjut dengan para ahlinya, sebagai contoh adalah ahli di bidang ISO dan good governance.

Mengingat MPR/DPR berada di level tertinggi A1, maka standart yang diterapkan haruslah setinggi mungkin. Orang-orang yang di dalamnya harus se-ideal mungkin. Jika tidak, maka sistem Pancasila akan sulit merakyat.



Motto:
"Kalau mau kaya, jadilah pengusaha. Kalau tidak kaya, jangan maksa, ingat dosa. Dan pola hidup sederhana adalah yang paling berharga. Itu ajaran semua agama."





.......

Negara Yang Kokoh

Negara yang kokoh, ibaratnya sebuah rumah, harus memiliki struktur yang kuat dan bahan yang berkualitas. Dan segala sesuatunya harus ditempatkan di tempatnya yang sesuai. Misalnya:
  ·    Batu pondasi ditanam di bawah, tak mungkin dijadikan atap.
  ·    Genteng ditaruh di atas, tak bisa dijadikan tembok.
  ·    Batu bata dijadikan tembok, tak kuat dijadikan pondasi.
  ·    Pintu, jendela, dan seterusnya, ditempatkan ditempatnya masing-masing sesuai dengan spesifikasi, kualifikasi, dan fungsinya. Semua bahan sama pentingnya, tak ada yang lebih penting dari yang lain.

Demikian juga suatu negara akan menjadi yang kokoh apabila segala sesuatunya ditempatkan di tempat yang benar sesuai dengan spesifikasi, kualifikasi, dan fungsinya. Memaksakan sesuatu di tempat yang tidak seharusnya adalah dholim. Hal ini akan membuat negara menjadi rapuh. Contohnya:
    ·     Orang yang tidak pantas menjadi presiden malah dijadikan presiden.
    ·     Orang yang tidak pantas menjadi hakim malah dijadikan hakim.
    ·     Orang yang tidak pantas menjadi polisi malah dijadikan polisi.
    ·     dan seterusnya.

Karena:
      Seorang presiden tidaklah lebih baik dari seorang tukang becak, bila dia tidak menjalankan perannya sebagai presiden dengan baik. Orang kaya tidaklah lebih baik dari orang miskin, bila dia tidak menjalankan perannya sebagai orang kaya dengan baik. Orang pandai tidaklah lebih baik dari orang bodoh, bila dia tidak menggunakan kepandaiannya dengan baik. Dan seterusnya.

Selama bangsa ini masih menganggap kekayaan, status, jabatan sebagai sesuatu yang harus didapatkan, biarpun harus dengan menghalalkan segala cara, sulit negara ini untuk menjadi negara yang kokoh.

Di hadapan Tuhan, tinggi rendah derajat manusia ditentukan oleh derajat keimanannya. Dan di dunia ini, derajat manusia pada dasarnya adalah sama. Nilai manusia yang sebenarnya adalah bagaimana dia bisa menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya. Tidak peduli apapun peran itu, selama peran itu adalah peran yang tidak merugikan sesama.

Dan inilah contoh dari bangunan yang kokoh:



Apa yang dapat dipelajari dari gambar ini?
Strukturnya yang kokoh?
atau bahwa,
dimanapun berada, batu bata tetaplah batu bata...





Intermezzo: Piramida Kehidupan

.......

Peraturan vs pelanggaran

Peraturan adalah produk atau output dari suatu sistem, yang bertujuan untuk mengatur sistem lain, atau sistem itu sendiri. Jika suatu peraturan adalah output dari sistem Pancasila, maka peraturan tersebut harus menjunjung tinggi asas keadilan. Jika tidak, maka akan menimbulkan ketidakpuasan yang berujung kepada pelanggaran.

Kebanyakan pelanggaran terjadi terhadap peraturan yang dipandang tidak adil dan hanya menguntungkan kepentingan pihak tertentu saja.

Semakin adil sebuah peraturan, maka akan semakin berwibawa, dan akan semakin dipatuhi. Semakin tidak adil suatu peraturan, maka akan semakin tidak berwibawa, dan akan semakin banyak lubang-lubangnya. Hal ini selain akan menimbulkan pelanggaran akibat ketidak puasan, juga mengundang tikus-tikus untuk memasuki lubang-lubangnya.

Semakin sering pelanggaran dilakukan maka semakin goyah sistem yang diaturnya, yang akhirnya akan memicu kekacauan dan kerusakan.

"Kebanyakan kejahatan dilakukan oleh orang-orang terdekat."
Efek kerusakan terbesar adalah jika pelanggaran justru dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya menegakkan peraturan. Hukuman terberat harus ditimpakan kepada orang-orang ini, karena mereka tak ubahnya adalah pengkhianat bangsa. Biarlah Tuhan yang memberi maaf kepada mereka, tetapi janganlah bangsa ini mudah-mudah memberi maaf kepada mereka. Agar bisa memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi lainnya.




Intermezzo: Budaya Antri vs Budaya Berebut

.......

Manusia Ideal

Berikut adalah gambar grafik dari manusia normal, manusia ideal, dan manusia yang harus dihindari. Asumsinya adalah bahwa manusia terdiri dari 3 aspek: lahir, batin, dan fikir. Garis merah adalah grafik lahiriah, garis biru adalah grafik batiniah, dan garis hijau adalah grafik fikir.






Pada umumnya manusia bertambah pandai dan bijaksana seiring dengan bertambahnya umur. MPR atau Level A lainnya seharusnya diisi oleh manusia-manusia ideal seperti di grafik no. 2, dan harus dihindari yang seperti grafik no. 3. Jika tidak, maka permasalahan negara ini akan sulit terselesaikan.



Intermezzo: Anak-anak Tua

.......

Pelajaran Budi Pekerti

Membungkuk dalam untuk menghormati orang lain adalah budaya bangsa Jepang dan Korea yang indah, dan perlu untuk terus dilestarikan. Bangsa Indonesiapun memiliki banyak budaya luhur dan adat kebiasaan yang indah, yang sayangnya, sedikit demi sedikit mulai terkikis terlupakan. Maka diperlukan dihidupkan lagi pelajaran Budi Pekerti, yang diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Agar kelak jika besar mereka akan menjadi manusia Indonesia yang berbudaya dan santun, yang dapat mengharumkan nama bangsa dan negara.

Sebagai contoh adalah kebiasaan membuang sampah dan ludah sembarang, yang banyak dilakukan manusia Indonesia saat ini. Tidak ada pelajaran agama yang secara spesifik dan detail membahas masalah ini. Ini karena cakupan area agama yang sangat luas dan dalam. Maka diperlukan pelajaran Budi Pekerti yang khusus membahas hal-hal seperti itu. Agama dan pelajaran Budi Pekerti bukanlah substitusi, melainkan complementary atau saling melengkapi.

- 03/11/11 -