Toleransi

Toleransi adalah salah satu output utama dari Sila 2. Toleransi bukan hanya merupakan suatu output, tetapi juga sebuah proses atau sub-proses dari proses Sila 2. Proses toleransi ini harus dilakukan terus menerus agar selalu bergerak ke arah yang benar, seperti gambar berikut:


Toleransi harus bergerak ke arah positif, yaitu ke arah kebaikan, sesuai dengan norma-norma agama dan norma kebaikan lainnya.
Toleransi harus dijaga agar tidak bergerak ke arah permisif, yaitu serba boleh, karena ini akan merusak tatanan masyarakat dan sistem yang berlaku, juga cenderung bertentangan dengan norma agama maupun norma lainnya.
Kondisi zero tolerance juga harus dihindari karena bisa memicu fanatisme atau malah ke arah ignorance, ketidak pedulian. Ketidak pedulian adalah penyakit dari masyarakat metropolitan yang sarat egosentris. Ketiadaan panduan tentang toleransi yang baku di masyarakat, menyebabkan mereka terombang-ambing diantara ke empat kutub di atas. Yang pasti budaya permisif semakin lama semakin berkembang di masyarakat metropolitan.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi proses toleransi ini, sehingga proses ini tidaklah boleh bersifat pasif. Sebagai salah satu contoh adalah faktor teknologi dan modernisasi. Dalam hal ritual agama, sekarang banyak pemuda yang asyik mengutak-utik HP-nya di saat sedang ada khutbah. Hal ini harus diantisipasi agar tidak menjadi preseden buruk. Karena kalau dibiarkan, banyak ritual penting yang akan menjadi seremonial belaka >>
Toleransi adalah hal yang sangat krusial di negara ini, mengingat keaneka-ragaman yang sangat luar biasa mulai dari suku, bahasa, budaya, agama dan kepercayaan, adat istiadat, dan seterusnya. Masih seringnya terjadi perselisihan antar agama, suku, atau bahkan antar kampung, menunjukkan bahwa proses toleransi tidak ditangani dengan baik di negeri ini.


Contoh kasus: Toleransi dan Belas Kasihan



Intermezzo: Cuek















.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar